Minggu, 19 Februari 2012

Centaurus, mahluk mitologi yunani kuno

Dalam mitologi Yunani, Centaurs (Kéntauroi) adalah ras manusia setengah kuda, ia biasanya digambarkan berwujud manusia dari kepala sampai pinggang, namun bagian pinggang kebawah berwujud kuda. Foto di bawah, bukan merupakan hasil penemuan Arkeologis, kerangka Centaur pada foto ini, adalah merupakah hasil buatan dari 'Skulls Unlimited International' dari kerangka manusia asli yang digabungkan dengan kerangka Zebra.

Centaurs sendiri hanyalah merupakan mahkluk imajinatif yang pertama kali muncul dalam mitologi Yunani.



Skulls Unlimited International, Inc., located in Oklahoma City, Oklahoma, is a commercial supplier of osteological specimens including real and replica skulls and skeletons. Skulls Unlimited also provides a skull cleaning service, using Dermestid Beetles to strip the flesh from skulls and skeletons. Skulls Unlimited processes approximately 25,000 skull specimens per year

Mereka merupakan keturunan dari Centaurus, centaur yang pertama. Ayah Centaurus adalah Ixion seorang manusia, penguasa dari Thessaly, yang mencintai [selingkuhan] Dewi Hera, istri Zeus. Zeus yang cemburu, kemudian menciptakan kembaran Hera dari gumpalan awan dan menamainya Nephele. Suatu ketika mereka bertemu, Ixion yang menganggap wanita yang bersamanya itu [Nephele] adalah Dewi Hera kemudian berhubungan badan dengannya. Nephele kemudian mengandung, dan melahirkan mahkluk setengah manusia setengah kuda yang kemudian dia namai Centaurus.

Yang paling terkenal dari para Centaur ini adalah Chiron teman dari Heracles atau Hercules [sosok Chiron ini, muncul dalam Film Percy Jackson and the Olymipans]. Ia adalah salah satu centaur yang lembut dan bijaksana, yang ketika tewas oleh Zeus ditempatkan di langit sebagai Konstalasi Bintang Centaurus. Kemudian diadaptasi menjadi zodiak Sagittarius. 

http://mysillydance.blogspot.com/

B2ST Photos










 
source : http://mysillydance.blogspot.com/2011/12/b2st-photos.html


Mbak ku Ndak Mau Ke Mesjid :o

“Kenapa sih mbak, kok mbak ndak pernah mau lagi ke mesjid?? Padahal kan Shalat berjama’ah di Mesjid itu pahalanya lebih besar mbak..! “ Lifa terus saja mencecar sang kakak dengan pertanyaan yang sama sejak seminggu ini….
“ Ndak ada pertanyaan lain opo?” Dina mulai merasa tidak enak dengan pertanyaan2 adiknya itu…
“Ya mbak ndak pernah kasih jawaban buat ku je,..” Lifa membela diri..
“Mbak mesti jawab opo??”
“Ya setidaknya mbak utarakan alasan mbak, kenapa ndak mau ke mesjid lagi. Aku kan ndak enak mbak sama teman2 kita yang lain, mereka selalu saja tanyain mbak ke aku, aku bingung mbak mau jawab apa!”
“ Ya jawab saja mbak lagi ndak bisa, biasa kan wanita.., Gitu aja koq repot..!!”
“Duh mbak, masak iya aku mesti kasih alasan itu tiap hari? Kan ndak mungkin.!!”
“ Ya kasih saja alasan yang mungkin..!”
“Mbakeeeeeee….kenapa sih mbak???!!” dengan semangat 45, lifa terus saja mengekor Dina dengan menjejali pertanyaan2 itu.

Di dapur mereka yang hanya berukuran 3x3 m itulah, pertempuran itu terjadi..
“Sudah, kamu kupas saja wortelnya..!!”
“ Ya sambil cerita donk mbak..”

Dina menghentikan kesibukannya mengupas kentang, yang rencananya akan dibuat sup untuk sayur buka puasa magrib nanti. Kemudian dengan mimik serius dia kembali bertanya pada adiknya itu..
“Kamu mau tau alasannya..???”

Tanpa ragu Lifa menganggu dengan semangat…
“Kamu harus cari tau sendiri..!!”

Semangat Lifa mulai mengendur dan memoncongkan bibirnya.
“Mbak payah ah…!!!” ujarnya sambil bersungut..
“Mbak Dina, aku Tarawih yaaa….!! Mbak ndak ikutan?? Pahalanya Gede Lho….!!!!! Malikat penunggu mesjid dah siap-siap mencatat tuch…. Mabak ndak malu,nama mbak ndak tercantum dalam bukunya???” Lifa mencoba menggoda sang kakak..
“ Udah, kamu berangkat saja sana, ndak usah nyindir gitu..Yang penting niatmu itu lho..Lillahi Ta’ala”
“Iya ya mbak.. Tapi, aku ndak akan bosen untuk cari tau alasan knapa…..”

Perkataan Lifa terputus…
“ Huss..Wes..nti ketinggalan… Mbak nitip salam saja buat malaikat penjaga mesjid..”
“Yoweslah…Assalamu’alaikum..”
“Wa’alaikumsalam..”

Diperjalanan mnuju mesjid, Lifa terus memikirkan apa kira2 sebab kakaknya itu ndak mau ke mesjid lagi..Terlebih pada saat Ramadhan seperti ini…

Lagi asyik mikir, seseorang mengagetkannya dari arah belakang..
“Weei….ngelamun apa hayo..!!!??” Seru Mila tiba2.

Mila adalah anak kos tetangga mereka..
“Eh, mana mbakmu? Kog ndak pernah ikut Tarawih lagi?? Ni kan dah lewat seminggu? Masak iya belum bisa..!” ujar Mila lagi..
“Eh anu..mbak dina tadi sakit perut, maknya ndak bisa ikut tarawih bareng malem ini…” Lifa mencari alasan yang masuk akal.
“Hmm, sayang ya. Padahal ada yang mau kenalan ma dia lho..!”
“Heh.?? Maksudmu apa tho?” Lifa bingung..
“Iya, waktu kemarin dia ikut tarawih n tadarus, ada yang diem2 kagum ma dia.. Namanya Affan, anak kosnya Pak Budun. Kamu tau kan??”
“Ooo, ya tau!”
“Huh, padahal aku yang ngecengi dia, eh taunya malah naksir ma mbak mu..!!”

Dengan Polosnya Lifa menimpali..
“Kamu tuh mau tarawih ato ngeceng sih???”
“Ya tarawih lah…” Mila menjawab kelimpungan..
“Tarawih koq, seperti  mo kondangan..” Sahut Lifa asal.
“Ya khan Tarawih sambil ngeceng maksudnya. Ya siapa tau ada yang kece bisa buat gandengan Lebaran ntar..”
“Edan, Ndak bener niat kamu itu..” Lifa mulai kesal dengan temannya itu, kemudian berjalan mendahului Mila.

Sesampainya di Mesjid, Lifa langsung shalat sunnat 2 rakaat. Setelah itu, membaca Qur’an kecil yang selalu dibawanya. Sambil mempebaiki bacaan Qur’annya, ia memahami setiap ayat yang ia baca. Walau belum bisa Hafal Qur’an, tapi beberapa surat pendek dan Juz 1 sudah hampir diluar kepalanya.

Untuk anak seusianya memang bukan hal yang utama membaca atau memahami Qur’an. Tapi itu tidak berlaku pada Lifa dan keluarganya. Walau bukan dari kalangan santri, tapi mereka mempunyai akal yang cerdas, sehingga bisa membedakan mana yang seharusnya dan mana yang tidak seharusnya.

Tapi ia masih tidak habis fikir dengan kakaknya. Sekilas terlintas dari benaknya, apa kira2 alasan sang kakak kenapa tidak mau lagi ke mesjid. Akhirnya Lifa memtuskan untuk menyudahi ngajinya, dan mulai memperhatikan sekeliling yang mulai ramai.

Ada anak2 menjerit-jerit, para gadis berusaha mencari perhatian lawan jenisnya, anak2 laki2 nakal main petasan, ibu2 menceritakan satu sama lain, sedang barisan bapak-bapak masih belum terisi penuh shafnya..

Lifa tersentak kaget. Dan bergumam dalam hatinya.
“Masya Allah, pemandangan seperti apa ini? Mereka dimana? Ini kan Mesjid. Mereka memakai mukena, tapi apa yang mereka lakukan? Astaghfirullahal’adzim…”

Tidak begitu lama, Tarawih dimulai,dengan Shalat isya sebagai pembukanya..

Seperti biasa, Lifa ikut Tadarus. Ntah sejak kapan, ia mulai merasa aneh berada disitu. Salah satunya, ada yang menjadikan ajang tadarus dan tarawih sebagai tempat ngedate. Ya, sambil menyelam minum air, begitulah pepatahnya. Sambil Ibadah, cuci mata. Padahal, dari niat saja mereka sudah salah. Tarawih bukan karena Allah, melainkan ada alasan lain.
Sekarang, mengertilah ia kenapa sang kakak enggan ke mesjid.

Sampai tiba waktu sahur, Lifa tidak berkomentar ataupun bertanya pada Dina seperti biasanya, yang selalu mencecarnya dengan pertanyaan yang sama. Hal itu membuat Dina terheran.
“Kamu sakit ya Fa?”
“Eh, ndak koq mbak.”
“Trus knapa? Koq ndak biasanya?”
“Iyo po? Prasaan biasa saja..”
“ Dah, ndak usah bohong ma mbak. Oya, kamu dah tau jawabannya?”

Dina mencoba memancing adiknya.
“Jawaban opo tho”

Lifa pura-pura tidak mengerti,  karena ia enggan membahasnya lagi..
“Cerita tho sama mbak. Kamu sudah dapat alasan kenapa mbak ndak mau kemesjid lagi??”

Lifa menunduk terdiam. Sampai akhirnya ia angkat bicara..
“Koq begitu yambak??”
“Apanya yang begitu??”
“Itu lho, yang kemesjid itu, bisa dihitung pake jari yang niatnya karena Allah.!”

Dina tersenyum, sambil menunjukkan minat pada adiknya yang akan memulai kalimatnya lagi..
“Aku liat pemandangan yang tidak enak tadi malam mbak. Ntah aku yang baru sadar atau gimana ya mbak? Aku koq jadi berat mau kemesjid lagi..”
“Huz..ndak boleh ngomong gitu kamu. Kan ndak semua mesjid berisi orang seprti itu. Mesjid butuh orang-orang yang ikhlas beribadah karena Allah. Jadi, jika orang-orang yang ikhlas itu sendiri merasa enggan ke mesjid, maka mesjid akan dipenuhi orang-ornag yang munafik. Kamu mengerti kan??  Kamu mau rumah Tuhan mu menjadi tempat yang bukan seharusnya??” Dina mencoba memberi pengertian pada adiknya itu.
“Lalu kenapa mbak sendiri masih enggan kemesjid??”
“Mbak punya alasan lain.”
“Alasan apa lagi?”
“Kamu tau kan dek, Shalat di mesjid itu bukan keutamaan bagi seorang wanita!.  Hal itu dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW yang berbunyi : “Janganlah kamu melarang istri-istrimu pergi ke mesjid, sekalipun rumah mereka lebih baik bagi mereka”. Nah itu artinya, Shalat di rumah bagi wanita adalah lebih baik ketimbang di Mesjid, tapi berjama’ah dimesjid juga baik. Dan masih ada satu lagi Hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud yang menerangkan tentang hal ini. Isinya : “ Janganlah kamu halang-halangi hamba-hamba wanita masuk mesjid Allah. Dan hendaklah mereka ke mesjid tanpa wewangian”. Itu artinya, kita para wanita, boleh kemesjid asalkan tanpa wewangian. Wewangian disini bukan hanya wewangian dalam arti yang sebenarnya, semisal parfum. Tapi wewangian yang dimaksud disini adalah, semua yang membuat wanita itu tampak cantik atau menggoda. Mengerti kan maksud mbak?”
“Trus mbak??”  Lifa mulai kagum pada kakaknya.
“Nah, trus terang saja, walau mbak tidak suka memakai wewangian ke mesjid, tapi mbak sudah berdosa..”
“Lho..kenapa tho mbak?” Tanya Lifa heran
“Karena mbak sudah membuat niat seseorang berubah..”
“Niat apa? Niat siapa?” Lifa makin heran dengan kakaknya…
“Mbak sudah dengar dari Mila soal si Affan itu. Makanya mbak ndak mau ke mesjid lagi. Mbak ndak mau Ridho Allah berkurang padanya hanya karena niatnya Tarawih tuh Cuma mau ketemu mbak..”
“Hehehe…mbak GeEr ih…”
“Lho..emang iya kan??”
“Iya sih.. trus..??”
“Trus apa?”
“Cuma itu??? Jadi mbak ndak mau ke mesjid Cuma karena itu tho? Trus, yang aku ceritain tadi ngaruh juga tidak sama mbak??”
“Itu juga ngaruh. Makanya Mbak ngerasa, untuk sementara waktu mbak tarawih sendiri di rumah sampai kamu memahami kondisi sekeliling kamu. Karna terus terang saja, mbak ndak bisa ada si antara orang2 seperti itu. Mbak mengkuatirkan diri mbak sendiri. Iman mbakmu ini masih lemah dek.. Mbak takut tidak bisa menjaga pandangan yang menyebabkan mulut bicara yang tidak seharusnya. Juga Mbak masih takut, mendengar yang tidak seharusnya terdengar, karena hati seringkali mengomentari apa yang terdengar oleh telinga.. Masak iya, Tarawih mbak Cuma buat nebus dosa yang di dapat ketika tarawih itu juga?? Ya gak kurang-kurang donk dosa mbak..hehehe”
“Duh mbak nie bisa aja. Jadi ntar malam mau tarawih di luar gak??”
“Ehm..kalau gak keberatan kita Jama’ah dirumah saja ya!!”
“Huuuuuuu…mbak gak asik ah… Buka di luar yok mbak, sambil Tarawihan di mesjid Raya..!! Sekaliiiiiiiii aja mbak….!!” Lifa memasang muka melasnya yang paling bikin iba. Hingga Dina tak dapat menolaknya…


source : http://www.lokerseni.web.id/2012/01/cerpen-islam-2012-mbak-ku-ndak-mau-ke.html

PACAR BOONGAN

    
 “Pokoknya sebelum kamu lulus SMA tahun ini,kamu harus segera punya pacar”kata mamah tegas pada Ega.

      “ahh…mamah,nggak bisa gitu dong,,Egakan sebentar lagi ujian,masa Ega harus nyari cowo dalam waktu sesingkat itu..lagian Ega belum mau pacaran maa…”Kata Ega balik tegas sama mamahnya,udah berulang kali mamah Ega meminta Ega untuk mencari Pacar,karena Umur Ega sudah cukup Matang untuk mendapatkan seorang Pacar,tapi Ega nggak pernah mau,karena bagi dia,Pacaran bukan suatu hal yang penting,bagi Ega pacaran saat ini juga belum merupakan kewajibannya,ia masih ingin merasakan masa-masa sendirinya tanpa diribetin sama urusan yang namanya cowo.

      Ega bingung harus ngasih pengertian sama mamahnya dengan cara apa,nggak jarang juga mamah Ega menggretak Ega”kalau kamu nggak bisa bawain pacar disaat kamu lulus tahun ini,mamah akan jodohin kamu sama Rafli…”Ega bner ogah sama yang namanya dijodoh-jodohin,apa lagi sama orang se-trouble Rafli,yang bisanya nyusahin dan nyari masalah..
      “Liat nanti aja deh maa…”Kata Ega langsung ngeloyor pergi


      “Ega,,,mama belum selesai ngomong sama kamu..”Kata mamah stengah berteriak.
                    ***
      “gue bingung ko,harus ngasih tau nyokab dengan cara apa lagi,nyokab slalu maksa gue buat nyari pacar,padahal cari pacar sekarang nggak penting…”Kata Ega curhat pada Diko,sahabatnya
      Diko merapatkan dirinya ke dekat Ega”Gue tahu prasaan lo ga,mungkin nyokab lo nggak mau lo terlalu lama sendiri,apa lagi lo dari dulu belom pernah punya pacarkan,jadi wajar kali nyokab lo nyuruh lo buat nyari pacar,umur lokan udah 17tahun”Jelas Diko panjang lebar.
      “Tapi nggak logis ah,ko,cara nyokab gue nyuruh begitu,gue belum mau pacaran kenapa harus dipaksa-paksain gitu..”Kata Ega

      “hmm..nyokab lo takut lo nggak laku kali..”Kata Diko spontan,seketika bikin Ega lirik sinis kearahnya.

      “hah…sejelek itukah gue?separah itukah?sampai nyokab takut gue nggak laku kalau gue nggak pacaran sekarang”Kata Ega berapi-api”nanti kalau ada saatnya gue juga pasti nyari pacar,,tapi nggak sekarang,lagian umur gue juga masih 17tahun,masih muda kali….”
      “ya..sorry,,,”Kata Diko,tiba-tiba ide cemerlang terlintas dipikiran Diko”Ga,,gue ada ide nih…”


      “Apa ko??”Kemudian Diko membisikkan sesuatu pada Ega”Hah??Pacar boongan?”
      “Iya…”Diko mengangguk mantap”lo nggak mau pacaran dulukan?tapi lo mau nyokab lo berhenti maksa-maksain lo kan?itu cara yang jitu ga,,,didepan nyokab lo pura-pura pcaran sama dia,tapi dibelakang nyokab lo,lo tetep tmenan…”


      “wah,boleh tuh ide lo,,tapi siapa yang mau jadi korbannya?”tanaya Ega bingung.
      “iya juga ya…”Diko ikut berpikir,seketika Ega melirik Diko dengan senyum dengan gerakan muka mengisyaratkan gue tahu”kenapa lo liatin gue gitu?”
      “hehehe,,,gue tahu orangnya siapa…”Kta Ega
      “Siapa Ga?”Tanya diko penasaran
      “Elo…”spontan Ega menunjuk Diko
      “Gue??knapa harus gue?”tanay Diko bingung


      “Karena Cuma lo yang bisa bantuin gue..”Kata Ega tersenyum puas”maukan lo,jadi pacar boongan gue?”
      Diko menggaruk kepalanya,bingung,akhirnya..”Yaudah deh,gue mau…”
      “ahh Diko,,thanks ya,emang Pacar boongan gue yang terbaik…”Kata Ega reflek memeluk Diko,”uhmhzz..maaf…”
      “ya,nggak apa-apa..”Kata Diko senyum
      “Yaudah,jangan lupa ya nanti kerumah gue,lo nanti bakal gue kenalin sama nyokab gue,,jangan lupa ya sayang…”kata Ega langsung ngeloyor Pergi meninggalkan Diko.
                    ***
     
 Siang hari,Diko dan Ega pulang bersama


      Saat sampai dirumah,terlihat mamah yang sedang duduk diteras,Ega langsung berlari kecil dan menghampiri mamanya,dan diikuti Diko yang berada dibelakangnya
      “Maa..liat deh,Ega bawa Pacar Ega..”Kata Ega dengan senyum,mamahnya langsung bangkit dari duduknya.
      “ini Pacar kamu Ega?”Tanya mamah,danEga mengangguk mantap
      “oh ya kenalin maa,ini Diko..”Kta Ega ,memperkenalkan Diko.

      “siang tante,saya Diko..”Kata Diko sambil menyalimi mamahnya Ega Ramah,kemudian disambut Ramah oleh mamahnya Ega,lalu mamah Ega mempersilahkan keduanya duduk
      “ngomong-ngomong,kalian kapan jadian…?”Tanya mamahnya Ega membuka percakapan…
      “Ehmm…baru juga tadi tante”kata Diko sedikit gugup


      “oh,ehm..orang tua kamu kerja Dimana?”Tanya mamah Ega kembali
      “Kalau mamah di boutique didaerah Jakarta selatan,kalau papah jadi dokter gigi,di rumah sakit Medistra”Kata Diko mantap.
      “oh,,ehm..tante masuk dulu ya,mau minum apa?”
      “nggak usah repot-repot tante..”Kta Diko menolak Ramah

      “ah,tante nggak repot kok..yasudah tante buatkan minum dulu ya..”kata mamahnya Ega sabil berlalu.
      “Ga,nyokab lo baik banget yaa,,asikk bangett punya nyokab kaya begitu”kata Diko memuji mamahnya Ega,Diko begitu menikmati rumah Ega yang adem dan banyak tanaman anggrek.Ega tersentak kaget mendengar pengakuan Diko barusan.

      “hekk…lo bilang asik punya nyokab kaya gitu?heh,kalau nyokab gue asik,gue ga mungkin disuruh buat nyari pacar,sampai lo harus jadi korban pacar boongan gue”kata Ega panjang lebar.nggak lama mamahnya Ega kembali membawa tiga gelas sirup yang segar.
      “Silakan diminum Diko…”kata Mamahnya Ega ramah

      “aduh,tante jadi ngerepotin nihh….”Kata Diko berlaga malu(malu-malu tapi mau)
      “nggakk kok,diminum dong…”kata mamah Ega ramah sambil mengedarkan senyuman pada Diko dan Ega,lalu mamah Ega melirik jam tangannya”oya,tante jadi lupa,hari ini ada  arisan,tante tinggal dulu ya Diko…”nggak lama mamah Ega beranjak pergi,akhirnya Ega bisa terlepas dari adegan pura-pura mesranya bersama Diko,lalu Ega melirik Diko yang begitu menikmati duduk tepat disampingnya.


      “Dik,,uda nggak ada nyokab gue…”Ega mengingatkan Diko,Diko langsung melirik,dengan tatapan senyum nakal gue-udah-pw-neh,lalu Ega menatap Diko dengan mata Garang,dan siap melempar Diko bantal sofa”Lo pindah nggak,apa gue lempar…”Diko langsung loncat dan pindah ke bangku disampingnya,sesaat terjadii keheningan,nggak ada yang berbicara diantara keduanya.


      “rumah lo sepi banget,Ga…pada kemana?”Diko memecah keheningan,pertanyaannya begitu basi.
      “mana gue tahu,tadikan dirumah tinggal 1makhluk,yaitu nyokab gue yang pergi arisan,kalau yang lain nggak tau deh..”kata Ega santai,lalu mulut Diko membulat,kemudian terjadi kembali keheningan,sampai akhirnya suatu suara klakson mobil mengagetkan keduanya,Ega langsung berlari menuju pagar,dan membukakan pagar untuk seorang yang sedari tadi mengklakson mobilnya,yang ternyata itu kak.Egi yang pulang dari kuliah.


      “lo ngelamun ya,apa kuping lo kesumbat kapas,,gue dari tadi klakson mobil,lo kaga nongol-nongol…”kata kak.Egi kesal setelah memasukan mobilnya dalam garasi,lalu kak.Egi melirik Diko,dan Diko tersenyum”oh,jadi lo pacaran,jadi kaga kedengeran ,pantesan ajah..”
      “ett dah lo kak,siapa yang pacaran…”


      “udah,nggak usah ditutupin,akhirnya laku juga lo..hahaha…”kata kak.Egi meledek adiknya,nggak lama pluukk…..”adooww…”
      “makannya kalau ngomong dijaga,,,sembarangan banget lo ngomong,emangnya gue barang bekas apa…”kata Ega puas setelah menyerang kak.Egi dengan sandal high heels mamahnya,yang lumayan bisa bikin kepala memar*sadiiss*
      Diko yang melihat adegan ribut singkat antara kakak beradik itu hanya bisa terkekeh,lalu Ega kembali duduk di sofa teras bersama Diko

      “wah,parah lo,kakak lo sendiri ditimpuk bgituan..”Kata Diko
      Ega tertawa puas”hahaha..bodo,lagian tuh orang ngomong sembarangan,emangnya gue barang bekas yang nggak laku-laku apa…”

      “lah,emang iya kan…”Diko spontan,seketika mata garang Ega kembali terlihat,dan siap menimpuk Diko dengan high heels mamahnya yang sebelah,Diko pun tersenyum dan nyengir”PEACE…yakh,,bercanda kok…”


      Tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul 05.00,Dikopun pamit pulang,lalu Ega mengantarkannya sampai pagar”eh,jangan kapok ya,kalau main kerumah gue,,terutama sama nyokab,dan adegan rebut gue sama kak.Egi tadi”
      “iya,,tenang ajah,malah seru kali,ngelihat pertandingan langka gratis..hhe…”kata Diko yang mukanya telah berada dibalik helm,lalu Dikopun menancap gas motornya,kemudian Ega kembali kerumah.
                                          ***
      Udah hampir 3bulan Diko menyandang status sebagai pacar bohongan Ega,sejak itu juga kelakuan mamah pada Ega berubah,mamah jadi lebih perhatian sama Ega,mamah juga lebih sering tersenyum,apa yang dia lakukan selalu disertai senyuman,dan tak jarang juga Diko selalu diajak mahnya Ega untuk pergi jalan-jalan,ke arisannyapun Diko bersama Ega diajak,untuk menunjukkan pada rekan arisannya kalau Ega memiliki pacar,tapi untuk Ega ini sangat menyiksa,dia terpaksa membohongi mamahnya,demi bahagia mamahnya,dia juga ga mau selalu dipaksakan untuk segera memiliki pacar.


      Malam yang begitu tenang,semilir angin menemani kesendirian Ega yang tengah duduk merenung diteras,nggak lama tiba-tiba dia terpikir kelakuannya yang udah membohongi mamahnya,demi untuk membahagiakan mamahnya yang menginginkan dirinya memiliki pacar,laluEga mendongakkan kepalanya keatas langit,ia pun mulai curhat kepada bintang-bintang yang hanya Nampak sedikit dan tidak begitu terang”gue terkesan jahat banget sama mamah,udah bohongin mamah,tapi gue juga nggak mau buat mamah kecewa,gue juga ga mau dipaksain untuk memiliki pacar,gue belum mau pacaran,apa lagi kalau sampai dijodoh-jodohin,gue harus gimana???”tanpa terasa air mata Ega telah mengalir,rasa penyesalan memenuhi perasaannya.
      “kamu harus akhiri semua ini,Ega…”Ega tersentak kaget mendengar suara itu,suara itu amat dikenal Ega,saat Ega menoleh,rupanya suara itu,suara mamahnya


      “mamah…”Ega langsung menghapus airmatanya”sejak kapan mamah disini?”
      “sejak tadi,mamah udah mendengar semuanya sayang..”kata mamahnya menghampiri Ega,Egapun memeluk mamahnya


      “mah,,maafin Ega,ega udah bohong sama mamah,,Ega Cuma nggak mau mamah terus memaksa aku…”Egapun histeris dipelukan mamahnya


      “mamah tau sayang,maafin mamah udah egois sama kamu,harusnya mamah mengerti keinginan kamu,dan harusnya mamah bangga punya anak seperti kamu,dan tidak memaksakan kamu untuk memiliki pacar..”kata mamahnya Ega,suaranya terdengar bergetar,dan nggak lama,air matanyapun jatuh juga ,,merekapun berpelukan,nggak lama sebuah suara mengagetkan keduanya dan keduanya segera meepaskan pelukan dan menghapus air matanya.


      “Ega sayang,,,ayo malam mingguan…”kata Diko,lalu Egad an mamahnya tertawa geli,.Diko nggak ngerti,mengapa mereka jadi tertawa.
      “Diko,drama sudah berakhir…,kamu udah nggak perlu jadi pacar bohongannya Ega”kata mamahnya Ega yang masih menahan tawa,Diko jadi tertunduk malu,mukanya memerah menahan malu..-,- 
      ********************************************************************************
SOURCE : http://www.anekaremaja.com/2011/12/kumpulan-cerpen-remaja-pacar-boongan.html

MISSING YOU T.T

Hay kenalin nama ku Vata,aku anak SMA kelas X,sekilas tentang aku,aku punya cerita tentang aku dan mantan kekasihku diSMP dulu,dia bernama Radit,dulu hubungan kita putus saat kita kelas 9 SMP SEMESTER 1. Aku dan dia memutuskan untuk menyudahi hubungan yang berujung kebencian dan keegoan,yang membuat ku nggak mau untuk mengenalnya lagi dihidup aku. Tapi semua berbeda,semua nggak seperti apa yang aku inginkan saat aku SMA.

Tepat dikelas X.9 aku berada,awalnya aku nggak tahu dengan siapa aku disitu,aku nggak tahu tba-tiba saja Radit masuk ke kelas ku saat pembagian kelas itu,aku nggak percaya kalau aku harus satu kelas dengan dia,aku nggak tahu bagaimana rasanya satu kelas dengan orang yang paling aku benci,orang yang sudah buat aku kecewa,huuuaahhh pasti rasanya sangat bosan.Awalnya siih nggak terima,tapi.. tak apalah,fikirku untuk yang kedua kalinya.

Waktu terus berjalan,hari-hari yang aku lewati nggak seperti yang aku bayangkan,semuanya berbeda,awalnya aku mengira kalau aku akan merasa sangat bosan dan muak karena satu kelas dengan dia,tapi nggak bosan-bosan banget,karena disitu aku punya teman-teman yang sangat baik dan perhatian sama aku. Vita,dikelas itu aku bareng sama dia.
“Woy,pagi-pagi sudah ngelamun saja” ucap vita,
“Huuhhh..ngagetin saja kamu!!” saut aku
“Kenapa kamu,pagi-pagi sudah ngelamun,ada masalah??”Tanya vita
“hmmbb..iya vit,lagi-lagi aku inget dia”jawab aku
“dia??Mantanmu??ada apa lagi sama dia?”ucap vita

kata vita
“iya vit,kamu bener,tapi aku bingung,kenapa hatiku harus gini,kenapa harus berpihak lagi sama dia vit,” “teetttt..ttettt…”tanda bel masuk berbunyi,uppzz..curhatku terpotong,akhirnya aku sama segera masuk dan terpaksa dech curhatnya dilanjutin istirahat. “aku bingung vit sama perasaan aku ini,kenapa hati aku ini selalu berpihak lagi sama dia,dalam fikiranku Cuma ada dia satu,apa mungkin cintaku masih tetap untuknya,??”curhatku kepada sahabatku
“vata,mungkin dulu dia pernah sakitin kamu,kecewain kamu,tapi,kamu nggak bakal bisa buat nggak inget sama dia sekalipun kamu telah pergi jauh dari dia kalau kenyataannya memang kamu masih ada cinta untuknya??”

Saat aku lagi duduk sendiri dibangku belakang pojok kanan,tiba-tiba vita datang dan duduk disamping aku,
“hhahaha..hari ini banyak jam kosong,lanjutin ge curhat kamu tadi ta”omong vita
“Nggak tahu lah vit,bingung..”ucapku
“vata,kenapa harus bingung sih?”Tanya vita
“aku bingung vit kenapa sih harus dia lagi dia lagi,kenapa aku satu kelas sama dia,dulu,waktu aku pertama putus dari dia aku coba buat cari pengganti dia,tapi kandas dalam waktu singkat hanya karna aku belom bias lepasin dia,saat aku kembali lagi sama dia,nggak lama ada masalah dating yang buat aku harus lepasin dia,bahkan buat nggak kenal lagi sama dia,aku sudah yakin sama diri aku kalau aku bakalan bias lepasin dia,hatiku sudah cukup kecewa dan sakit karna dia,”ucapku dengan nada tinggi
“ta,aku tahu gimana perasaan kamu,ettzz…tunggu,tapi kata dia,dulu kamu nyakitin dia,selingkuh dibelakang dia??”Tanya vita
“vit,oke,disini aku certain semuanya sama kamu,dulu,waktu aku lagi ada mapel tambahan diluar sekolah,aku punya kenalan baru,namanya Reza,anak petarukan,aku emang deket banget sama dia,tapi nggak lebih Cuma sebatas sahabat,dulu dia dikhianatin sama ceweknya,terus dia minta bantuin aku buat balas dendam dengan cara hubungan aku berpacaran sama dia difacebook,aku mau,dan salahku,aku nggak ijin dulu sama si Radit,karna setahu aku dia itu nggak punya akun facebook,fikirku Cuma sebatas kepura-puraan,tapi tak semudah yang ku bayangkan,dia tahu itu,dan dia ngerasa kalau aku ngehianatin dia,ngeduain dia,dari situlah hubungan kita mulai nggak karuan,berantakan,dia sudah mulai deket sama cewek lain,bahkan sudah nggak memperdulikan aku lagi,sampai ahirnya kita mutusin buat menyudahi hubungan kita,dari situ juga aku mutusin buat nggak mau lagi kenal sama dia”curhatku sedih,vita memandang dan langsung meluk aku yang saat itu meneteskan air mata,
“vata..sudah jangan nangis,aku tahu sekarang apa yang pasti ada difikiran kamu dan hati kamu,nggak semudah yang kamu mau buat nggak kenal dan inget lagi sama dia ta,sabar yaa..”ucap vita yang meluk dan sambil nenangin aku.

Aku hanya bisa menangis mengingat semuanya,semua yang dulu pernah ada,terukir indah,kini..hanya kenangan.Huuhhh…..

Dalam bisik jiwa ku berkata,Tuhan.. apa yang sedang kau rencanakan,apa yang terjadi pada diri ini,kenapa harus dia lagi…. Aku meronta dan terus meronta.

Tiba-tiba saat aku dan vita sedang ngobrol asyik Rosa dan Lina dating dan duduk disampingku,
“Heyy,temen-temen mau ngajak jalan-jalan kepagilaran buat buka awal liburan semester 1 nanti,gimana??”Tanya Rosa tiba-tiba
“hahh…sama anak-anak semua??”tanyaku
“iya dong ta,”jawab Rosa
“aku ngikut-ngikut saja,kamu juga kan ta??”Tanya vita padaku
“iya dech gampang..”jawabku singkat
“Yaudah besok ya kumpul didepan sekolah jam 9 pagi,aku mau ngumumin ke teman yang lain dulu”ucap rosa

Hmmmbb… Saat malam dating,tepatnya dimalam minggu,aku Cuma duduk sendiri didepan teras tengah rumahku,ditemani dengan segudang galau dan sejuta bête yang aku kira itu nggak akan ada habisnya..hahaha

Dalam lubuk hatiku berkata ‘Mungkin nggak sihh cinta itu dating lagi dihati ini,mungkin nggak sihh aku sudah maafin dia,mungkin nggak sihh aku bakal balikan lagi sama dia??’ huuaahhh penuh dengan tanda Tanya.

Malam semakin larut,tapi langit semakin indah rasanya untuk dipandang,disatu sisi itu aku berdo’a kepada Tuhan,’Ya Tuhan,jawab semua rasa gundah yang ada didalam hati ini,apa arti semua ini,arti semua rasa ini,’
hHHuuamm ngantukku mulai datang,nggak boleh tidur malem-malem besok bangun pagi buat pergi happy-happy bareng anak-anak,haha..
* * *

Pagiku tepat pukul jam 7 pagi,wuuaahhh… rasanya semalam ini berlalu dengan amat teramat cepat. Segeraku bangun dari tempat tidurku dan langsung kekamar mandi untuk mandi dan siap-siap untuk pergi bareng temen-temen kepagilaran..

Sudah dimana Vata?
temen-temen sudah pada
kumpul nungguin kamu?
Pesan message dari Vita,hHuuhh baru telat beberapa menit saja sudah dibawelin.

“Lama banget sih kamu ta,”Tanya vita sesampainya aku didepan sekolah,“
“iya-iya maaf,aku bangun telat,”alasanku,
“yaudah yukz kita bagi,”ucap Rosa
“eiittzz.. bagi apa ini?”sautku Tanya,
“yhaa anaknya dong ta,cewek cowok,gimana sihh”jawab Rosa
“kenapa harus gitu,yaudah aku sama Riko,”usulku gugup
“Kamu itu sama si Radit ta??”usul Riko
“Nggak ahh kenapa harus dia?”tanyaku
“iya sudahlah kamu sama Radit saja Ta,oke-oke”ucap Rindu
“Tapi yang lain kan masih ada,kenapa harus dia?”jawabku kesal
“Sudah-sudah nggak usah banyak protes,yukz kalau gitu kita berangkat sekarang saja”Saut Rosa

Nggak lama dari itu kita semua langsung berangkat untuk menuju Pagilaran,kabun the yang amat indah.Kesalku hilang,bete’ku pun tak kunjung datang lagi saat aku berdua dalam perjalanan dengan dia,aku bingung,kenapa gini?Ahh tapi nggak papa lah sekali dong juga,fikirku.

Memang,sejak teman-teman sekelasku tahu,kalau aku dan Radit dulu pernah ada hubungan yang special,mereka selalu jodoh-jodohin aku sama dia,aku juga bingung,katanya sih aku cocok kalau sama dia,nggak tahu dech,nggak terlalu mikirin.

“kOk diem?”Tanya Radit
“hhmmbb”jawabku
“kOk Cuma hhmmbb”tanyanya
“terus??”ucapku
“nyanyi dong”jawab Radit
“males”jawabku

Diam,ugghhtt dalam fikiranku aku nyesel,kenapa aku harus cuek sama dia,tapi?biarin aja,dehdehdeh.. kOk jadi sensi gini ya aku.

Dalam perjalanan aku selalu diejek sama teman-teman,katanya aku harus balikan lah sama Radit,harus gini lah harus gitu lah,akunya bingung,Cuma tak jawab dengan senyum saja,begitupun Radit.

Sesampainya disana,kita langsung markirin motor dan nggak sabar buat segera jalan-jalan ditengah-tengah kebun teh yang sejuk itu.

Foto-foto narsis ciihUyy.. asyiknya,eeiittzz.. lagi-lagi aku diejek sama temen-temen gara-gara aku mau duluan turun pass barengan sama si Radit,huuhhh…. Heboh dech.
“Sudah jam 1 siang,makan dulu yukz?”ajak Riko
“yaudah yukz”ucapku dan teman-teman
“Mau makan dimana?”Tanya Radit
“Dibawah ada rumah makan”jawab Riko

Ehh* sesampainya dirumah makan aku diejek lagi,gara-gara duduk bareng sama Riko.
“hahaa sudah dech langsung saja kalian balikan,cocok kok”ejek Vita
“haha iya-iya bener,sudah nggak usah malu-malu”tambah Nanda
“sudah dech nggak usah pada berisik ahh”sautku cuek
Cuma ketawa doing yang Radit tunjukin.

Habis makan-makan itu kita langsung beranjak untuk pulang,karena waktu yang sudah mulai sore,disepanjang perjalanan pulang sih aku banyak ngobrol sama dia,hehe

Asyik,nyambung kok,tapi ada malu-malunya.

Sampainya didepan sekolah,kita langsung tukeran posisi untuk segera pulang,karena waktu sudah mulai malam,tapi,aku masih tetap sama si Radit,karena aku nggak bawa motor,jadi aku dianter dia,karena Cuma dia yang rumahnya searah denganku,jadi.. mau nggak mau yaa aku iya aja lah dari pada nggak pulang.

“Thank’s sudah nganterin aku pulang,”ucapku
“Oke sama-sama,”jawab Radit

Ku balas dengan senyum,”Pulang dulu ya,Assalamualaikum”ucapnya,
“iyha,waalaikumsalam”jawabku
Shhhiittt……
Cie-cie yang sedang bahagia,
Yang sedang berbunga-bunga,
Hahaha
Satu pesan message dari Vita,segera ku balas,
Hahaha
Apa sih vit,kamu ini..sudah ah lanjutin
Besok  saja,aku capek,mau tidur sore ini..
Hhaahahaha
Good byee….

Nggak bias tidur,dimalam itu aku Cuma berfikir satu,dalam fikiranku Cuma ada satu,’kenapa waktu cepat sekali berakhir’ aku ngerasa nyaman saat disamping dia,rasa yang dulu ada kini tercipta kembali,Ohh my gOoodd.. Tuhan,mungkinkah??
* * *

Waduhh jam 8,aku bangun siang banget,gara-gara semaleman nggak bias tidur,padahal aku ada janji jam 10 sama Vita dan Nanda buat pergi shOping bareng,haha

Tett..tett..
Suara bel rumahku berbunyi,
“ayukz sekarang ta?”ajak vita yang sudah ada didepan rumahku
“yaudah yukz,”jawabku,

Aku dan vita segera beranjak untuk kerumah Nanda,
Sesampainya disana,kita nggak langsung berangkat pergi untuk shoping,tapi kita duduk-duduk santai dan saling curhat,hehe
“ehemehem gimana ini yang kemaren baru itu tu,yang bahagia,haha”ejek Nanda
“apa sih Nan,”jawabku
“Gimana ta,cerita dong,”ucap vita
“Aku bingung vit,nan,aku kok ngerasa nyaman banget ya saat disamping dia,aku ngerasa tenang,saat aku ngobrol-ngobrol sama dia,berdua bareng sama dia,aku ngerasa rasa itu tercipta lagi,rasa yang dulu ada saat aku sama dia,”ucapku
“Vata,kamu masih cinta sama dia?”Tanya Vita
“Aku nggak tahu vit,aku juga bingung,rasanya aku ingin terus ada didekat dia,”jawabku
“wahwahh.. gimana kalau kamu balikan saja sama si Radit,”Tanya Nanda
“Aku nggak yakin,”jawabku
“kenapa?”Tanya vita dan nanda
“Dia sudah beda”jawabku,
“beda gimana ta,jangan ngarang dech”ucap Vita
“Sudah lah ta,yakin saja sama hati kamu,kalau kamu memang masih ada cinta,kenapa tidak?aku juga bias liat dari mata kalian berdua kok,kalau memang diantara kalian tu masih ada cinta,sudah lah nggak usah malu-malu”ucap Nanda
“iya bener tu kata Nanda ta,cinta tu nggak butuh gengsi,”saut Vita
“Oke,aku kan coba buat dia kembali lagi sama aku,”ucapku
“hahaha gitu dong ta,pasti dech dijamin balikan kok”saut Nanda
“haha iya-iya,bener tu,cie-cie yang mau balikan”ejek Vita
“apa sih ahh,tapi aku ragu,”ucapku
“ragu kenapa lagi sih ta,udah dech”saut Nanda
“hhmmbb iya-iya”jawabku
“yaudah yukz cabut”ajak ku
“yukz”jawab Vita dan Nanda
***

Seharian berlalu dengan canda tawa ku bersama sahabat-sahabatku,menyenangkan.
***

2 minggu berlalu,liburan yang begitu singkat,hingga aku sudah mulai berangkat sekolah lagi,saat pertama aku berangkat sekolah,aku seneng bisa ketemu lagi sama si Radit,hahaha

“Haii ta,”sapa Vita
“Hai vit,”sapaku kembali
“Gimana Radit,”Tanya Vita
“belom ada reaksi.”jawabku
“maksudnya?”Tanya Nanda
“iya,masih seperti biasa,kayaknya nggak mungkin dech ta,nan,kayaknya sudah ada yang lain dech dihati dia,”ucapku
“kenapa kamu bilang gitu ta?”Tanya Vita
“Dia sudah beda ta,aku bisa rasain itu,cinta dia yang dulu buat aku tu sudah nggak ada lagi,perhatian dia,sayangnya dia,bahkan sikap dia juga ta,”ucapku
“Vata,sabar ya,sebenernya dia juga bilang sama aku,kalau dia yu lagi mengharap seseorang gitu,ya aku sih mikirnya dia ngarep kamu,”ucap Nanda,
“nggak nan,aku tahu banget dia,kalau dia lagi ngarep seseorang ttu pasti dia perhatian banget,sedangkan sekarang?sama aku,perhatian saja nggak pernah nan,aku kecewa banget,hati aku sakit lagi,kenapa sih aku harus mengharap dia lagi,kenapa aku harus cinta dia lagi?kenapa??”ucapku dengan tetesan air mata
“vata,sudah dong,jangan nangis,percaya dech,dia tu masih saying sama kamu,jangan gitu”ucap Nanda
“Sudah sudah ta,”tenangan dari Vita sambil meluk aku buat nenangin aku,
“Aku nggak tahu harus berbuat apa lagi kalau memang kenyataannya dihatinya sudah ada orang lain,”tangisku
“vata sudah! Kamu kok lemah gini sih,cowok nggak Cuma dia,aku yakin kok kalau kamu memang nggak bisa balikan lagi sama dia,kamu pasti akan dapetin yang lebih baik lagi dari dia,percaya dech,”ucap Vita

Aku hanya bisa menangis menahan sakitnya hati yang sudah disakiti untuk yang kedua kali.

Aku menyadari bahwa cinta nggak bisa dipaksain,ketulusan cinta suci bukan dari kata-kata manis,tapi dari hati yang tulus untuk mencintai dan dicintai.
Setetes kebencian di dalam hati
Pasti akan membuahkan penderitaan
Tapi setetes cinta di dalam relung hati
akan membuahkan kebahagiaan sejati.

Dari situ aku belajar buat jadi cewek yang tegar,aku tahu,penyesalan itu nggak ada artinya,tapi aku hanya bisa berharap agar dia kembali lagi disisi aku,walaupun aku tahu itu butuh keajaiban.Terima satu hikmah saja kalau “Kenyataan lebih indah dari Harapan”

Tapi  Aku nggak mutusin buat berhenti ngarepin dia,aku selalu ngarepin dia,tapi aku juga mau coba buat cari pengganti dia,walaupun itu
berat,tapi akan selalu ku coba,karena aku nggak mau terus-terusan larut dalam kesedihan dan kesendirian..

“Dalam Kesendirian itu Ada Keindahan Yang Tersembunyi”

SELESAI

source : http://www.lokerseni.web.id/2012/01/cerpen-cinta-sedih-2012-missing-you.html

Cerpen Persahabatan : Temanmu Temanku


“asssssiiikkkkk….”

Teriak Diana masuk dalam kelas dan menghampiri bangku yang diduuki teman sebangkunya Asti..

“Hey ti, tau ga? Tadi aku dapet berita katanya temanku smpku mau liburan ke Amerika..”

Ucap Diana terlihat sangat senang , dan badanya tidak ikit diam…

Asti rupanya terlihat bingung, ia mengeritkan dahinya dan bertanya pada Diana.

“Lalu kenapa kamu yang senang na ? aneh dehhh ?” ungkap Asti sebari mengambil buku dalam tasnya.

“Hemmmmm……hehehe J”

Diana hanya bergumam sebari dia duduk di tempt duduknya biasa dan terlihat tersenyum senyum ga jelas..

“Idihhh kamu ga jelas dehh..di Tanya kok malah cengar cengir ga jelas gitu ..!?”

Diana menghadapkan badanya pada asti, Diana mencolek tangan Asti pertanda agar asti pun ikut menghadap ke arahnya.

Astipun menghadap. Dan Diana menjawab pertanyaan Asti tadi
“Iya aku ikut senaglah soalnya…emmmmm” ucap Diana belum selesai..

“Soalnya kenapa ?????”

“Iya soalnya aku juga di ajak ma temanku bwat liburan ke Ameika juga .” jelasnya, dina tersenyum senang pada Asti yang terkejut..
“wahhh masa sin a ?” Tanya Asti tidak percaya !

“ihhh iya tau, BENERAN !!” jawab Diana meyakinkan Asti.

“hemmm enak kamu “ ungkap Asti sebari mengarahkan badanya lagi kedepan dan membuka buku yang ia keluarkan tadi dari dalam tas.
“ihhh Asti aku pengen kamu ikut…” rengek Diana.

“emang di bolehin?” Tanya Asti
“Mungkin aja…!???” ujar Diana.

“hemmm ga munkinlah…jiahhh” celoteh Asti.

Bel sekolahpun berbunyi menandakan palajaran kelas pertama akan segera di mulai. Dating seorang wanita setengah bay memasuki kelas, dia adalah Ibu Dewi, guru IPA. Palajaranpun berjalan dengan lancar, jam demi jam di lalui dan tentunya dengan pergantian pelajaran tiap jam sampai tiba waktunya jam pulang.

Diana sampai dirumahnya, lansung saja dia pergi ke kamarnya, ia membuka pintu kamarnya dan ia langsing menyimpan tas sekolahnya di atas kasur ia pun membaringakan badanya dengan keadaan sepatu masih terpakai.

Diana mengambil ponsel yang ada di dalam saku seragam SMAnya. Ia mencari kontak yang bernama Feby pada kontak ponselnya dan akhirnya ketemu. Diana lansung saja menelpon Feby dan bercakap cakap dengan Feby di telpon.

Pagi ini Diana sengaja dating lebih awal dari Asti, mungkin akan memberitahukan seseuatu atau mengkin karna Diana memang igin berangakat pagi hari ini.

Asti tiba, ia lansung saja menghampir tempat duduknya dan terrlihat disana sudah ada Diana, iapun lansung saja melontarkan senyumanya pada Diana.

“hey tumben kamu dating pagi ?) Tanya Asti pada Diana sambil tersenyum dan menyimpan tasnya di kursinya dan ia pun terduduk.

“hehe iya aku lafi rajin” jawab Diana “eh aku ingin menyampaikan berita bahagia untukmu “ lanjutnya.
“Apa?”Tanya Asti singkat

“kamu di bolehkan ikut liburan, kmarin aku minta ijin kepada temanku”

“BENERAN na? ihhhhh senenggggggg” ujar Asti terlihat sangat senang.

“iya bener ti, aku juga seneng banget bias liburan ke luar negeri sama sahabatku J”

Seminggu kemudian liburan pun tiba, Diana dan Asti sudah menanti di bandara. Mereka menunggu Feby beserta kakaknya yang tainggal di Amerika dan pulang dulu hanya untuk menjemput adiknya Feby ke Indonesia dan mambawanya ke Amerika.

Dari gerbang terlihat kedatangan Feby dan kakaknya, sama seperti Diana dan Asti, mereka membaea koper berisi pembekalan beserta baju baju ganti.

Dari kejauhan Feby sudah melambaikan tanganya, aku pun membalasnya.

Feby menhampiri mereka “heyy kalian sudah lama menunggu ?? J” Tanya Feby pada Diana dan Asti.

“ga kok feb J” jawab Diana.

“hey ti katanya ga kan ikut ?” Tanya Feby pada Asti.
Diana telihat bingung .”loh jadi kalian udaha pada kenal ?”

“haha iya na, kamu ga tau ya? Padahal kita sering membicarakan kamu saat di sekolah” ucap feby .

Diana menatap Asty kebingungan. Dan Asty hanya bias nyengir pada Diana.

“hehe kita kan temen SD na” kata Asty pada Diana.

“ihhhh kamu ga ngomong ya?” ujar Diana kesel..
“heheheh kamu ga nanya sihhh J”

“hahahah yasudah yang penting kalian udah tau semuanya kan ?” ucap feby menertawakan tingkah mereka. “dan yang penting na kamu bias liburan sama sahabat sahabat mu yang cantik ini,,,hahah” lanjutnya.

Diana hanya tertawa geli dan dia terlihat seperti masih bingung.

“ayo cepet tuh pesawatnya dah mau berangkat “ ajak kakak Feby pada mereka bertiga.
“AYYYOOO..” jawab mereka serentak..kakak Feby naya tersenyum melihat tingakah mereka J. Mereka bertiga berjalan bersama sebari menarik kopernya menuju pasawat dan kakaknya Feby jalan di depan mereka.


END

Arti Sebuah Senyuman


Hujan turun begitu deras saat bunda pergi kedalam pelukan-Nya. Air mata tak bisa berhenti mengalir seperti hujan yang tak henti jatuh , saat kulihat wajah bunda yang tersenyum damai. Aku terus menatap mata bunda, mata yang selalu membuat diri ini tersenyum, tapi senyuman ku sekarang terkunci rapat. Hanya tangisan dan teriakan yang menyebut “BUNDA”. Seseorang yang tak a sing lagi datang menghampiriku seseorang yang dulu menggoreskan luka dihatiku dan yang lebih menyakitkan dihati bunda. Seseoranng itu adalah Ayahku sendiri yang meninggalkan kami disaat bunda sedang sakit gara-gara wanita yang membuatnya buta. Aku tak ingin dia menatap wajah bunda yang begitu suci tak ingin wajah bunda yang begitu damai bertemu dengan lelaki seperti dia yang telah membuat bunda semakin parah penyakitnya dan sampai bunda dibawa oleh yang di atas.

“pergi kamu jangan dekati bundaku”teriakku menghalangi tubuh bunda yang sudah kaku.
“tasya maafkan ayah ”dia berusaha memelukku tapi aku melepaskan pelukan itu
“ayah? ”aku tertawa kecut
“ayahku sudah mati, mati karena wanita lain sekarang aku anak yatim piatu. Anda puas”aku membentak dengan tangisan yang tak bisa dibendung.
“tasya sudahlah biarkan ayahmu melihat bundamu”ujar bibiku.

“tasya tak rela kalau orang ini melihat wajah bunda yang begitu damai, tasya tak mau bunda menangis bibi ”aku semakin menangis. Tubuhku lemas, dan “BRUGGG” tubuh lemahku terjatuh pingsan.
Aku melihat bunda begitu sehat tersenyum indah padaku memakai baju putih yang indah disebuah padang ruput yang hijau, aku berlari dengan senyuman. Tapi bunda semakin menjauh, aku mulai gelisah dan terus berlari tapi bunda terus menjauh aku mulai menangis dan aku terbangun , itu hanya mimpi. .
“tasya. . . kamu sudah sadar”Tanya bibiku
“bunda dimana?”tanyaku pada bibi. Dia memelukku dengan tangisannya
“tasya ibumu sudah dimakamkan, tasya kamu harus kuat dalam menjalani cobaan hidupmu. Bibi yakin kamu pasti bisa melewati ini semua”Bibi menangis membasahi bajuku. Aku tterdiam sekarang aku sendiri bunda sudah ada dalam pelukan-Nya. Maaf bunda Tasya tak bisa mengantar bunda . aku menangis bersama pelukan Bibi.

***
Sudah seminggu setelah bunda pergi, aku menjadi pendiam tak ada senyuman lagi dimulutku ini, tak ada keceriaan yang tampak diwajahku yang ada hanya kesedihan. Di sekolah aku menjadi penyendiri walau sahabat-sahabatku selalu menyemangatiku tapi itu tak bisa merubah segalanya.
“Tasya kamu mau ikut aku ketemu dengan Nugi, dia bawa temannya yang menurutku dia baik. Ayolah Sya ikut aku ya” ujar temanku yang menarik-narik tanganku.
Aku menghela napas “hah”.

“maaf Nita aku gag bisa, aku lagi gag mood”ujarku dengan wajah murung
Dia menarik tanganku.

“pokoknya kamu harus ikut, mereka nunggu kita di taman ” Nita memaksaku ikut , ya apa boleh buat aku pun mengikuti keinginannya.
Kita sudah sampai ditaman di tengah sekolah kami.
Terlihat dua orang pria yang tersenyum pada kita. Ku lihat Nita sangat senang bertemu sang pujaannya.

“hay maaf ya lama nunggunya”.
“kenalin ini temanku Tasya imutkan ?”
Mereka tersenyum
“hay aku Nugi pacar Nita”senyumnya sambil memberikan tangannya padaku
“tasya”ujarku yang tersenyum terpaksa

“aku Yudis temanya Nita dan Nugi”senyumnya yang juga memberikan tanganya
“tasya”kami pun bersalaman. Aku seperti orang bodoh berada ditengah tengah orang yang sedang saling jatuh cinta, aku iri nita tertawa lepas .sedangkan aku hanya diam tak ada yang bisa buat aku tersenyum seperti nita. Yudis mendekatiku dan memberikan selembar kertas yang berisi puisi
Arti Hidup
semuanya terasa begitu hamoa
tak ada lagi klasih sayang yang kurasakan
ini begitu sulit ini begitu asing bagiku
 
source : http://www.anekaremaja.com/2012/01/cerpen-remaja-2012-arti-sebuah-senyuman.html

Malam-Malam Nina

Ini sudah hari ke empat Nina kelihatan murung. Kian hari wajahnya semakin mendung dengan mata nanar dan bisu. Kerjanya setiap hari bangun dengan masai lalu duduk termenung.

Sebetulnya itu bukan urusanku. Karena Nina bukan siapa-siapaku. Ia hanya menyewa sebuah kamar di rumahku. Ia tinggal bersamaku baru dua bulan ini. Tetapi entah kenapa aku langsung menyukainya.

Rumahku tidak terlalu besar. Juga tidak terlalu bagus. Sederhana saja. Rumahku berada di kampung yang dindingnya rapat dengan tembok rumah sebelah. Ada tiga kamar kosong. Tetapi aku tinggal sendirian. Karenanya aku menyewakan kamar-kamar kosong itu untuk menunjang hidupku di samping aku membuka sebuah warung kelontongan kecil di depan rumah.

Penghuni kamar pertama adalah Anita. Ia cantik dan selalu wangi karena ia bekerja sebagai seorang beauty advisor kosmetik terkenal di counter kosmetik sebuah plaza megah. Anita supel, periang dan pandai berdandan.

Kamar kedua dipakai oleh Tina. Ia juga cantik. Katanya ia bekerja di sebuah restaurant. Tetapi yang mengantarnya pulang selalu bukan laki-laki yang sama. Kepulan rokok mild juga tidak pernah lepas dari bibirnya yang seksi.

Tetapi aku bukan tipe pemilik kost yang rese’. Mereka kuberi kunci pintu supaya bila pulang larut malam tidak perlu mengetuk-ngetuk pintu dan membuatku terganggu. Aku tidak terlalu pusing dengan apa pun yang mereka kerjakan. Toh mereka selalu membayar uang kost tepat waktu. Bukan itu saja, menurutku, mereka cukup baik. Mereka hormat dan sopan kepadaku. Apa pun yang mereka lakoni, tidak bisa membuatku memberikan stempel bahwa mereka bukan perempuan baik-baik.

Nina datang dua bulan yang lalu dan menempati kamar ketiga. Kutaksir usianya belum mencapai tiga puluh tahun. Paling-paling hanya terpaut dua tiga tahun di bawahku. Ia tidak secantik Anita dan Tina, tetapi ia manis dan menarik dengan matanya yang selalu beriak dan senyumnya yang tulus. Ia rapi. Bukan saja kamarnya yang selalu tertata, tetapi kata-katanya pun halus dan terjaga. Ia membuatku teringat kepada seorang perempuan yang nyaris sempurna. Perempuan di masa lampau yang…ah…aku luka bila mengingatnya.

Oh ya, Nina juga tidak pernah keluar malam. Ia lebih banyak berada di rumah, bahkan ia tidak segan-segan membantuku menjaga warung. Kalaupun ia keluar rumah, ia akan keluar untuk tiga sampai empat hari setelah menerima telepon dari seseorang laki-laki. Laki-laki yang sama.

Bukan masalah kemurungannya saja yang aneh bagiku. Tetapi sudah dua minggu terakhir Nina tidak pernah keluar rumah. Bahkan tidak menerima atau menelepon sama sekali. Yang tampak olehku hanyalah kegelisahan yang menyobek pandangannya. Dan puncaknya adalah empat hari terakhir ini.

"Nina, ada apa? Beberapa hari ini kamu kelihatan murung…," aku tidak bisa mengerem lidahku untuk bertanya, ketika kami hanya berdua saja di rumah. Warung sudah tutup pukul sepuluh malam. Anita dan Tina belum pulang. Tetapi Nina kulihat masih termangu dengan mata kosong.

Ia menoleh dengan lesu setelah sepersekian menit diam seakan-akan tidak mendengarkan apa yang aku tanyakan. Kemurungan tampak menggunung di matanya yang selalu beriak. Tetapi ia cuma menggeleng.

"Apa yang sekiranya bisa Mbak bantu?" aku tidak peduli andai ia menganggapku rese’.

Lagi-lagi hanya gelengan. Ia masih duduk seperti arca membatu. Tapi mampu kubaca pikirannya gentayangan. Rohnya tidak berada di tubuhnya. Entah ke mana mengejewantah.

Nina memang tidak pernah bercerita tentang dirinya, tentang orang tuanya, asalnya, sekolahnya, perasaannya, atau tentang laki-laki yang kerap meneleponnya. Aku sendiri juga tidak pernah menanyakannya. Mungkin ada hal-hal yang tidak ingin dia bagi kepada orang lain. Maka biarlah ia menyimpannya sendiri. Bukankah aku juga seperti itu?

Sepi terasa lindap, seakan menancapkan kuku-kukunya mengoyak angin yang terluka. Hening itu benar-benar ada di antara aku dan Nina. Aku merasa tersayat. Karena sunyi seperti ini sudah kusimpan lima tahun lamanya. Kenapa sekarang mendadak hadir kembali?

Lalu aku bangkit dari dudukku, mengambil satu seri kartu sebesar kartu domino. Tetapi yang tergambar bukan bulatan-bulatan merah. Tetapi berbagai macam bentuk berwarna hitam. Aku menyimpannya sudah lama. Sejak mataku selalu berembun, lalu embun itu menitik di ujung hati. Sejak sepi yang tanpa warna mulai mengakrabi aku. Sejak itulah aku mulai berbagi resah dengan kartu-kartu ini. Mereka banyak memberiku tahu tentang apa saja yang aku ingin tahu.

Anita dan Tina sering melihatku bermain dengan kartu-kartuku di tengah malam ketika mereka pulang. Sejak melihatku bermain dengan kartu-kartu ini, mereka juga sering ikut bermain. Ada saja yang mereka ceritakan padaku melalui kartu-kartu ini. Jualan yang sepi, para langganan yang pelit memberikan tips sampai kepada pacar-pacar mereka yang datang dan pergi.

Aku menyulut sebatang dupa India. Aromanya semerbak langsung memenuhi ruangan. Aku suka. Setidaknya mengusir hampa yang sejak tadi mengambang di udara. Kukocok setumpuk kartu itu di tanganku. Kuletakkan di atas meja di depan Nina.

"Mari, temani Mbak bermain kartu. Ambillah satu…," ujarku.
Mata Nina memandangku. Bibirnya tetap rapat. Tetapi matanya mulai berembun. Dengan sebuah gerakan lamban tanpa semangat ia mengambil sebuah kartu. Lalu membukanya.

"Ah! Hatimu sedang kacau, sedih, kecewa, tidak menentu. Kau terluka," gumamku ketika melihat kartu yang dibukanya.

Seperti aku dulu…, aku melindas gelinjang rasa yang sudah lama kupendam.
Aku mulai membuka kartu-kartu berikutnya. "Kau sedang memikirkan seseorang,…ah bukan…kau merindukannya…penantian… jalan panjang…menunggu…kau menunggu seorang laki-laki?"
"Ya," suaranya gamang terdengar seperti datang dari dunia lain.

Kuteruskan membuka kartu-kartu itu. "Menunggu… halangan… perempuan…dia beristri?" kutanya ketika tampak olehku gambaran seorang perempuan di atas kartu itu.
"Ya," kali ini suaranya seperti cermin retak berderak. Ia luka sampai seperti sekarat.

Kurasakan derak-derak itu sampai menembus batinku. Kenapa seperti yang pernah kurasakan lima tahun lalu?
"Kamu mencintainya, Nina?"
"Amat sangat!" kali ini ia menjawab cepat.

Kuhela napas panjang. Kubiarkan kartu-kartu berserakan di antara aku dan Nina. Kulihat jantungnya seperti bulan tertusuk ilalang.

"Tetapi ia mengecewakanku, Mbak. Ia mengkhianati aku." Ia tidak mampu lagi menyembunyikan suara gemeretak hatinya yang bagaikan bunyi tembikar terbakar.

"Ia mengkhianati kamu? Bukannya ia yang mengkhianati istrinya? Bukankah ia sudah beristri?" aku bertanya, berpura-pura bodoh karena berusaha menyingkirkan masa lalu yang mulai menggigiti sanubariku. Perih itu masih terasa.

"Ya. Dia beristri. Tapi istrinya jahat sekali. Ia ingin meninggalkannya. Ia mencintaiku. Kami punya rencana masa depan," jawabnya naïf dan lugu.

Astaga! Seperti itukah diriku lima tahun silam? Aku benar-benar seperti melihat cermin diriku.

Kepulan asap dupa melemparku ke kepulan asap lain yang sama pekatnya lima tahun yang lalu. Aku berada di dalam kepulan-kepulan asap rokok tebal dari mulut para lelaki berduit yang kutemani duduk-duduk, minum, sampai ke kamar tidur. Para lelaki yang mabuk kepayang karena kecantikanku sebagai primadona di sebuah wisma di kompleks hiburan malam. Para lelaki kedinginan yang butuh kehangatan. Para lelaki kesepian yang butuh pelukan. Para lelaki yang tidak tahu lagi ke mana bisa menghamburkan uang mereka yang berlebihan.

"Istrinya jahat bagaimana? Namanya istri ya wajar saja dia tidak suka kalau suaminya berhubungan dengan perempuan lain," sahutku enteng atau tepatnya aku sudah terbiasa untuk "mengenteng-entengkan" jawaban yang ujung-ujungnya akan membuatku terluka. "Yang salah, ya suaminya. Sudah beristri kok masih bermain api. Tetapi namanya laki-laki ya begitu…," sambungku pelan.

Laki-laki memang begitu, desahku. Laki-laki memang suka bermain api. Laki-laki memang suka mendua. Seperti para lelaki yang datang dan pergi di atas ranjangku. Mereka terbakar hangus gairah memberangus, haus sampai dengus-dengus napas terakhir. Lalu mereka pergi setelah sumpalkan segepok uang di belahan dadaku.

"Tetapi Bayu tidak seperti itu!" sergah Nina cepat. "Bayu mencintaiku, Mbak! Ia tidak akan meninggalkanku."

Ya! Prihadi juga tidak seperti laki-laki lain. Ia juga mencintaiku. Prihadi tidak seperti laki-laki lain yang meniduriku dengan kasar. Ia bahkan sangat lemah lembut untuk ukuran "membeli" kehangatan dari seorang perempuan seperti aku. Karena Prihadi, maka aku tidak mau menerima tamu yang lain. Ia menginginkan aku hanya untuknya, maka ia membeli dan menebusku dari induk semangku. Lalu ia membawaku keluar dari wisma itu dan membelikan aku sebuah rumah kecil. Ia pahlawan bagiku. Ia tidak meninggalkanku. Bahkan memberikan benih kehidupan baru yang tumbuh di dalam tubuhku. Aku bahagia sekali. Tetapi kemudian aku memutuskan untuk meninggalkannya.

Kuputuskan untuk meninggalkan Prihadi ketika istrinya datang menemuiku dengan begitu anggun dan berwibawa. Berhadapan dengan perempuan yang begitu berkilau, tinggi, langsing dengan kulit kuning, ayu dengan wajah priyayi, tutur katanya lemah lembut, membuatku benar-benar merasa rendah dan tidak ada artinya. Ia sama sekali tidak menghardik atau mencaci-makiku. Ia sungguh nyaris sempurna untuk ukuran seorang perempuan, kecuali…belum bisa memberikan anak untuk Prihadi!
"Kamu Ningsih? Aku istri Prihadi. Namaku Indah."
Oh, ia sungguh-sungguh seindah namanya.

"Aku tahu hubunganmu dengan suamiku," ujarnya dengan menekankan benar-benar kata "suamiku" itu. "Dan aku tahu kamu pasti perempuan baik-baik," lagi-lagi ia memberikan tekanan dalam kepada kata-kata "perempuan baik-baik" yang jelas-jelas ditujukannya kepadaku. "Sebagai perempuan baik-baik, kamu seharusnya tidak menjalin hubungan dengan laki-laki yang sudah beristri…dengan alasan apa pun," kali ini ia menekankan setiap kata-katanya sehingga membakat wajahku terasa panas.

"Nina, sebagai perempuan baik-baik, seharusnya kamu tidak berhubungan dengan laki-laki yang sudah beristri…dengan alasan apa pun…," aku mengulangi kalimat yang kusimpan lima tahun yang lalu untuk Nina. Sebetulnya itu klise, bukan? Hanya sekadar untuk menutupi gundah gulanaku yang entah kenapa merayapi seluruh permukaan batinku.

"Tetapi, Mbak, Bayu mencintaiku…," Nina menjawab. Jawaban itu juga yang kuberikan lima tahun yang lalu kepada perempuan yang nyaris sempurna itu.

Tetapi ketika itu, ia justru memberikan senyum manisnya. Ia benar-benar tanpa ekspresi marah. "Laki-laki biasa seperti itu. Tetapi kamu kan perempuan baik-baik. Walaupun Prihadi menggoda, mengejar dan mencintaimu, tetapi bukankah sudah sepantasnya kamu menolaknya? Kamu kan tahu kalau dia sudah beristri?" lagi-lagi ia membuatku pias.
Aku berusaha mem-photocopy kata-kata usang itu untuk Nina.
"Tetapi aku juga mencintai Bayu," ia melenguh getir.

Kurasakan getir yang sama ketika aku memberikan jawaban itu pula kepada istri Prihadi. Bahkan waktu itu aku masih memberikan tambahan jawaban. "Aku mengandung anak Prihadi…." Kuharap dengan jawabanku itu ia tidak akan mengusik perasaanku dengan kata-katanya yang lemah lembut tetapi terasa menampar-nampar.

"Baiklah, aku mengerti kalau kamu mencintai Prihadi," ia tertawa pelan tetapi sungguh terasa kian menusuk-nusuk.
Astaga! Ia tertawa! Terbuat dari apakah perempuan ini?

"Kalau kau mencintai seseorang, maka kau akan melakukan apa saja yang akan membuatnya bahagia kan?" Ia pandai sekali bermain kalimat. Sebentar kalimat pernyataan, sebentar kalimat tanya. Tetapi tidak ada satu pun dari kalimatnya yang membakatku merasa nyaman.

Hei! Konyol benar! Sudah syukur-syukur ia tidak memaki-makimu…, cetus batinku.
"Ya, aku akan melakukan apa saja untuk membuat Prihadi berbahagia."

"Nah, kau tahu kalau Prihadi adalah tokoh masyarakat yang cukup terkenal dan disegani di kota ini, kan? Ia memiliki kedudukan, kekayaan, karisma, dan nama baik. Apakah bisa kau bayangkan bagaimana reputasi Prihadi kalau sampai terbongkar mempunyai hubungan dengan perempuan lain…dan bahkan mempunyai anak di luar nikah?"

Oh…ia mempunyai tata bahasa yang sempurna! Ia sama sekali tidak menggunakan kata-kata kasar. Ia memakai istilah "mempunyai hubungan dengan perempuan lain", ia tidak mengatakan "mempunyai simpanan bekas pelacur", ia mengatakan "anak di luar nikah", ia tidak mengucapkan "anak haram". Apakah itu berarti ia menghargaiku? Tetapi kenapa aku justru tidak merasa dihargai? Aku justru merasa dipermalukan. Ataukah memang pantas aku dipermalukan?
"Bagaimana? Apakah situasi itu akan baik untuk Prihadi?"
"Tidak," aku tidak mempunyai pilihan lain kecuali kata-kata itu.

Ia tertawa pelan tetapi kali ini benar-benar seperti tawa seorang algojo yang berhasil memengal kepala seorang tawanan yang sama sekali tidak melawan.

"Lalu bagaimana caramu untuk membuat Prihadi bahagia? Kamu tidak mau merusak semua yang sudah dimiliki Prihadi, kan?" Ia benar-benar algojo yang sempurna. Ia memenggal kepalaku tanpa rasa sakit sedikit pun.

Tinggal aku yang menggelepar, terkapar, tanpa pernah merasa sekarat meregang nyawa.

"Kalau kamu mencintai Prihadi, tinggalkan dia, gugurkan kandunganmu. Kamu pergi jauh dan memulai kehidupan baru. Aku akan membantumu. Kamu cantik sekali, Ningsih. Aku yakin, tidak akan sulit bagimu untuk mencari laki-laki baik yang belum beristri," ia menutup eksekusinya dengan kata-kata pelan tetapi penuh tekanan. "Jelas? Kuharap kamu cukup pandai untuk bisa mengerti semuanya," tandasnya.

Lalu tidak banyak yang bisa kubantah ketika ia "membantuku" menyelesaikan semuanya. Ia melakukan transaksi jual beli atas rumah yang kutempati. Ia menggantinya dengan sejumlah uang yang lebih dari cukup. Ia mengantarku ke dokter dan membayar semua ongkos "mengeluarkan" calon kehidupan yang bersemayam di tubuhku. Ia membelikan aku tiket pesawat. Ia mengantarku sampai ke bandara. Ia memeluk dan mencium pipiku, lalu berbisik, "Selamat menempuh hidup baru, Ningsih. Tolong, jangan ganggu kehidupan Prihadi. Terima kasih atas pengertianmu. Kamu memang perempuan yang baik…"
Oh! Ia benar-benar perempuan yang sempurna!

Sampai pesawatku tinggal landas, aku tidak bisa menitikkan air mata sama sekali. Apa yang perlu kutangisi? Perempuan itu tidak memaki atau menghinaku. Bahkan ia "membantuku" dan memberiku banyak uang untuk memulai kehidupan baru di kota yang jauh dari mereka. Terasa jutaan sembilu menikam-nikam. Hatiku terasa sakit tetapi mataku hanya bisa mengembun.

Sejak itu, aku berteman dengan kartu-kartu ini. Kartu-kartu ini pemberian induk semangku. Aku belajar dari dia membaca kartu-kartu ini. Dahulu, dari kartu-kartu ini, aku tahu apakah aku akan mendapat banyak tamu atau tidak? Apakah Prihadi akan datang atau tidak.
Ah, kutepis nama itu cepat-cepat.

Aku melanjutkan jalannya kartu-kartu yang masih berserakan di atas meja. Aku tidak mau mengingat masa lalu yang sudah sekian lama kukubur. Aku tidak mau menoleh ke belakang karena sangat menyakitkan. Toh, dengan uang yang kubawa, aku bisa membangun kehidupan baru, membeli rumah ini, membuka warung kecil, menerima kos-kosan, bertemu Nina…

"Halangan…rintangan…rindu…ah…ia tidak mempunyai uang!" Aku berusaha mengalihkan rasa lukaku dengan membaca kartu-kartu Nina. Lagi-lagi ramalan itu yang kubaca dari kartu-kartu yang bertebaran. "Bingung…perempuan…halangan…Ia merindukanmu juga. Tetapi ia bingung bagaimana harus menghadapi istrinya," cetusku.

Nina tertawa sumbang. "Bayu memang tidak punya uang. Istrinya yang kaya. Istrinya yang memegang kendali perusahaan. Istrinya sudah mengetahui hubungan kami. Dia lalu mengusirnya keluar dari perusahaan. Sekarang ia menghindar dariku, Mbak! Ia lebih mencintai kekayaan istrinya daripada perasaanku!"

"Bayu mengecewakanku, Mbak," sentaknya. Kali ini embun-embun di matanya berguguran menjadi rintik hujan. Mengalir deras menganak di lekuk-lekuk pipinya. "Bayu menipu hatiku, Mbak! Ia takut tidak bisa hidup kaya bila pergi bersamaku. Aku benci padanya!" Hujan itu sudah menjadi badai. Riuh rendah bergemuruh seakan puting beliung yang akan merubuhkan apa saja. Lara berkubang seperti seonggok daun-daun gugur di matanya yang tersayat.
"Apa yang kau inginkan darinya?"
"Aku ingin dia sakit…sesakit yang kurasakan!"

Aku tercenung. Sesakit itu pula yang pernah kurasakan. Betapa rasa benci itu melebihi rasa sakit. Aku juga benci setengah mati kepada Prihadi. Kenapa ia tidak mencariku kalau ia mencintaiku? Kenapa sejak istrinya yang begitu sempurna itu menemuiku, ia juga tidak pernah muncul? Lalu ketika istrinya "membantuku" untuk menyelesaikan semuanya, ia juga tidak ada kabar berita? Padahal sudah kucari seakan sampai ke ujung dunia. Apakah itu sudah merupakan kesepakatan mereka berdua?

Akhirnya, aku merasa pencarianku sia-sia. Ia kucari sampai ke ujung mimpi. Kubatin, kupanggil, kunanti, dengan seluruh pengharapan dan kerinduan. Tetapi ruang hampa yang kudapati. Sehingga, kuputuskan untuk bersahabat saja dengan rasa benci dan rasa sakit. Mungkin akan menjadi lebih ramah dan menyenangkan. Ternyata benar. Membenci lebih mudah daripada memaafkan. Sakit lebih nikmat daripada pengharapan. Jadilah rasa benci dan sakit yang kusimpan untuk Prihadi.

Malam demi malam, kusumpahi kandungan perempuan yang nyaris sempurna itu. Aku tidak rela menggenapi kesempurnaannya sebagai seorang perempuan dengan seorang anak, sementara ia menyuruh dokter untuk menyendok dengan mudah sebiji kacang hijau kecil di dalam rahimku. Biarkan ia juga menikmati sepi yang sama seperti sepi yang dibelikannya untukku.

Sejak malam itu, malam-malam Nina juga menjadi sibuk. Nina menjadi sangat menyukai malam seperti aku. Setiap malam, ia mengirimkan rasa sakit yang dirasakannya kepada Bayu. ***

Source : http://kumpulan-cerpen.blogspot.com/2006/01/malam-malam-nina.html